Acara ini bertujuan untuk membangun jejaring di antara astronom muda sekaligus memberi kesempatan astronom muda untuk bertemu dan berkonsultasi dengan astronom senior. Kesempatan konsultasi tersebut tidak hanya terbatas pada masalah riset yang dikerjakan tapi juga untuk mendapatkan opini atau juga membicarakan bagaimana memulai karir di astronomi dan kemana seseorang yang ingin bekerja di bidang astronomi harus mencari kesempatan riset.
Berjejaring itu sangat penting. Sebenarnya bukan cuma di astronomi tapi di semua bidang. Tapi, untuk astronomi seperti kata mantan Presiden IAU Robert William, meskipun seorang astronom itu pintar, kreatif dan punya riset yang hebat tapi kalau tidak mampu membangun komunikasi dan punya network maka semua itu tidak akan ada gunanya.
Nah saya dan Janet juga ikut mendaftarkan diri untuk ikut serta. Awalnya sih tujuan saya rada-rada salah sih. Biar dapet makan siang gratis jadi ga usah nyari makan di mall. Hehehe.. Nggak dink tujuannya ingin mengenal rekan-rekan muda dari berbagai negara dan berbagi pengalaman. Yang ikut ada 240 astronom muda yang dibagi dalam beberapa grup yang berisikan 8 orang disertai 2 astronom senior yang menjadi mentor di setiap grup.
Saya sendiri mendaftarkan diri ke dalam grup astronomy in astronomically developing country sedangkan Janet berada di kelompok dengan topik yang berbeda. Pesertanya ada 8 yang berasal dari asia, eropa, dan amerika dengan mentor dari Perancis dan Afrika Selatan.
Pembahasannya tak jauh dari bagaimana seorang astronom muda memulai karirnya di astronomi dan kemana ia harus mencari kesempatan riset dan apa tolok ukur karir seorang astronom.
Pembahasan ini mengingatkan saya akan pertanyaan-pertanyaan yang hadir di Indonesia. Kemana lulusan astronomi harus bekerja. Apalagi sekarang ada lulusan-lulusan program pasca sarjana aka lulusan bergelar master yang ”bingung” dimana bisa mendapatkan pekerjaan di Astronomi.
Ternyata oh ternyata hal yang serupa terjadi juga di beberapa negara lain akibat pemotongan budget maupun krisis ekonomi. Contohnya China yang memiliki banyak sekali “master students” yang juga mulai bertanya apa yang harus mereka lakukan.
Diskusi yang ada memberikan khazanah baru yang dimulai dari pertanyaan mengapa kamu ingin menjadi astronom. Karena kalau seseorang ingin menjadi seorang astronom maka ia tidak akan berhenti setelah menyelesaikan pendidikan S! dan S2. Juga ia tidak bertanya mau bekerja dimana setelah lulus S1 dan S2 melainkan meneruskan pendidikannya sampai jenjang S3 dan kemudian mencari kesempatan riset dan post doctoral. Nah pertanyaannya bukankah lapangan pekerjaan astronomi di suatu negara itu terbatas? Atau haruskah institusi pendidikannya yang bertanggung jawab memberikan pekerjaan padahal tidak ada lagi lowongan disitu? Inilah salah satu pertanyaan yang hadir di antara para astronom muda.
Misalnya gini… di Indonesia setelah lulus bukankah kesempatan bekerja di Observatorium, LAPAN dll juga terbatas? Dan bukankah di beberapa negara besar juga ada pemotongan dana dan kesempatan kerja jadi terbatas apalagi lulusan astronomi makin banyak.
Jawabannya. Jangan terpaku pada satu negara!
Astronomi sedang berkembang pesat. Berbagai fasilitas sedang dibangun, kesempatan riset pun makin banyak terbuka. Tapi kesempatan itu mungkin tidak akan bisa didapat hanya dengan mencari di negeri sendiri karena ada keterbatasan kebutuhan SDM. Maka keluarlah… dan carilah kesempatan riset di negara lain.
Permasalahan di suatu negara bisa diselesaikan oleh negara lain. Itulah mengapa membangun jejaring itu penting. Raih kesempatan untuk melakukan riset di negara-negara yang saat ini sedang membutuhkan tenaga riset. Jangan terpaku hanya pada negara anda. Amerika boleh mengalami pemotongan dana untuk NASA tapi bukan berarti jalan keluarnya tidak ada. Masih banyak negara yang sedang membangun astronomi dan membutuhkan tenaga-tenaga riset.
Tapi, bukankah tidak mudah mendapat kesempatan riset? Bagaimana mendapatkannya? Pertanyaan itu pun hadir. Lagi-lagi jawabannya sederhana. Perjalanan untuk mencapai PhD tentunya membuahkan paper. Itulah yang seharusnya menjadi modal dalam mencari kesempatan riset dan pekerjaan di dunia sains. Karena seorang ilmuwan itu dilihat dari paper yang sudah ia terbitkan bukan dari hal lainnya.
Yang menarik, ada seorang rekan yang ternyata menganggap saya bukan astronom betulan karena bekerja di komunikasi. Hal ini pun menjadi sorotan oleh kedua mentor kami yang menyatakan. “Seorang astronom komunikator itu pun seorang astronom yang memiliki pemahaman untuk berkomunikasi dengan masyarakat dan membawakan astronomi dari level yang sulit dimengerti untuk dapat dipahami masyarakat banyak. Apalagi sebuah riset harus selalu dikomunikasikan. Maka seorang astronom muda seperti haruslah bisa berkomunikasi dan mengkomunikasikan hasil riset tidak hanya untuk masyarakat tapi juga untuk pemberi dana.”
Masih terkait pekerjaan di dunia astronomi, keberadaan Office of Astronomy for Development juga bisa menjadi pintu untuk mendapatkan peluang riset di berbagai negara yang sedang mengembangkan astronomi.
Nah bagaimana dengan kiprah astronom di planetarium dan public outreach? Tentu saja astronom masih berperan disini dan astronom muda juga harus berperan karena disinilah para astronom muda ini belajar menghadapi masyarakat. Tapi kegiatan public outreach saat ini tidak hanya merupakan tanggung jawab astronom profesional karena peran yang satu ini justru banyak dilakukan oleh astronom amatir. Dan kesemuanya itu akan diorganisir oleh OAD task force 3 for public outreach bekerja sama dengan Public Outreach Office yang akan berada di Jepang. Saat ini IAU sendiri akan bekerja sama dengan astronom amatir untuk terus memperkenalkan astronomi kepada masyarakat luas.
So… ingin jadi astronom? Teruslah belajar dan meneliti serta hasilkan paper yang akan menjadi profil dalam perjalanan karir sebagai seorang astronom. Jadi aktiflah untuk mencari kesempatan. Dan lihatlah di luar negaramu dan kerjarlah setiap kesempatan yang ada bukan menantikan kesempatan itu datang.
Well.. begitulah kira-kira pembicaraan di meja kami meja N1.
Hal lain yang menarik dari young astronomer lunch-debate meeting tentu saja makan siangnya yang luar biasa banyaknya. Intinya setelah acara tersebut bukan saja mendapat wawasan baru tapi juga kekenyangan. Setelah acara makan siang, para astronom muda juga berkesempatan untuk berkonsultasi secara pribadi dengan astronom senior yang hadir di GA. Para astronom muda bisa memiliki sesi ngobrol terpisah di waktu yang sudah disepakati bersama.