Hutan itu terkubur hidup-hidup seperti kota Pompeii.
Sekitar 300 juta tahun lalu, debu vulkanis mengubur sebuah hutan tropis di tempat yang sekarang adalah pedalaman Mongolia. Kejadian terkuburnya ini menyerupai kota Pompeii di Roma yang terkubur di masa lalu.
Hutan ini telah memberi peneliti kesempatan istimewa untuk memeriksa sebuah ekosistem yang pada dasarnya membeku di tempat oleh musibah alami, memberikan tampilan detail tentang komunitas tanaman-tanaman kuno dan sekilas tentang iklim di masa lalu.
Hutan tropis masa lampau ini menciptakan gambut, atau tanaman yang lembap, asam, dan membusuk. Setelah melewati waktu-waktu geologis, deposit gambut ini mengalami tekanan tinggi dan menjadi batu bara, yang ditemukan di area tersebut.
Volkano ini tampak telah meninggalkan lapisan-lapisan debu yang dulunya memiliki ketebalan 100 sentimeter. “Debu yang jatuh ini mengubur dan membunuh tanaman-tanaman, mematahkan lanting dan daun-daunan, dan semua isi hutan itu tetap pada tempatnya terkubur dalam lapisan debu,” ujar para peneliti yang dipimpin oleh Jun Wang dari Institut Geologi dan Paleontologi dari Nanjing, China, yang menulis dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada Senin (20/2) di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Lapisan debu itu diperkirakan berasal dari 298 tahun lalu, awal Periode Permian ketika dataran Pangea masih bersatu.
Para peneliti meneliti tiga tempat dengan total area 1000 meter persegi dekat Wuda, China. Di lokasi-lokasi ini, mereka menghitung dan memetakan fosil-fosil tanaman.
Pohon-pohon tertinggi yang menjadi kanopi tertinggi – spesies dalam genus Sigillaria dan Cordaites – tumbuh hingga 25 meter hingga lebih. Di bawahnya, pohon-pohon pakis membentuk kanopi lainnya. Sekelompok spora yang kini punah, yang memproduksi pohon-pohon seperti Noeggerathiales dan tanaman semacam palem, tumbuh di bawahnya.
“Fosil itu terjaga dengan baik,” kata Hermann Pfefferkorn, paleobotanis dan peneliti dari Universitas Pennsylvania dalam sebuah rilis pers yang dikeluarkan oleh universitas.
“Kami dapat berdiri di sana dan menemukan sebuah tangkai yang masih ada daunnya, dan tangkai-tangkai berikutnya. Kemudian kami menemukan tunggul dari pohon yang sama. Betul-betul menyenangkan,” ujar Pfefferkorn.