Menikah
merupakan sebuah pertemuan dua insan berbeda nilai, kebutuhan dan harapan,
persepsi serta prioritas hidup. Demikian seperti diungkapkan oleh psikolog
Rudolf Matindas. Segala yang berbeda dari dua kepala disatukan untuk satu
tujuan mewujudkan cita-cita pernikahan yang diharapkan melanggeng, meski
dihantam badai di luasnya samudra kehidupan, pun meski jaman berganti.
Untuk membawa
kapal itu menuju dermaga, perlu satu nahkoda yang mumpuni yang diutus membawahi
awaknya untuk melajukan kapal. Namun, jika ada dua nahkoda dalam satu kapal,
bisakah perjalanan tersebut sampai ke tujuan? Akan ada banyak hal yang harus
dipikir ulang karena dua kepala yang memutuskan.
Seperti juga,
dalam pernikahan, dua yang berbeda, jika itu mempersoalkan agama pilihan hidup
bagi diri yang paling hakiki, tentu berpotensi menimbulkan dilema, kegalauan
atau kegamangan. Namun, jika sudah cinta, bisakah perbedaan itu dilawan? Mau
dibilang cinta bisa tak rasional alias logis, inilah bukti nyatanya. Jamak
terjadi di dalam masyarakat kita yang pluralis.
Senyata-nyatanya,
pasangan beda agama semakin banyak disatukan dalam ikatan pernikahan. Hingga saat
ini, memang belum ada studi yang menunjukkan adanya hubungan pasti antara
tingkat kesuksesan pernikahan dengan persamaan agama yang dianut oleh pasangan
suami istri.
Meski bolehlah
kita bercermin pada keberhasilan Lydia Kandau dan Jamal Mirdad yang membawa
perbedaan agama itu sebagai hal yang wajar, bukan masalah besar. Bahkan mereka
membuktikan dengan melanggengkan pernikahan itu. Keduanya memilih bersikap
demokratis, memandang sebuah perbedaan sebagai hal yang indah, memberi
kebebasan pada putra-putri mereka untuk memilih agama yang ingin dianut, agama
ayah atau agama ibu.
Konflik
Pernikahan
menjadi indah, jika restu orang tua menyertai. Saat menghadapi realita, cinta
berlabuh pada seseorang yang memiliki keyakinan yang berbeda dengan Anda,
hubungan yang dijalani jadi terasa berat. Apalagi jika Anda terlahir di
keluarga yang sangat religius dan konservatif, yang biasanya akan sulit
menerima orang lain menjadi bagian dari keluarga karena beda keimanan dan
keyakinan.
Lalu, dilema
dan gejolak bagai hantu yang terus mengikuti di belakangnya, harus
mempertahankan cinta atau keimanan? Pengalaman serupa pernah dialami Amara
"Lingua" yang menikahi Frans Mohede, yang berbeda keyakinan
dengannya. Konsekuensi atas pilihan Amara adalah restu ibunda atas pernikahan
mereka yang tak kunjung didapat.
Perceraian
Katie Holmes dan Tom Cruise bahkan lebih parah, pasrah tergusur perbedaan
keyakinan diantara keduanya. Disinyalir Katie menolak masuk ke dalam
kepercayaan Scientology yang dianut oleh Tom. Pun, seperti mengulang kegagalan
serupa, pernikahan Tom dan Nicole Kidman yang resmi berakhir di tahun 2001 juga
dikabarkan karena perbedaan keyakinan diantara keduanya.
Sebelum
benar-benar memutuskan menjalin cinta beda agama, kembali yakini hati Anda.
Tanyakan jauh ke dalam hati nurani, "alasan kuat apa yang membuat aku
jatuh cinta padanya?" Lalu, mulailah fokus pada tujuan Anda menjalin
hubungan beda agama tersebut. Apakah sekedar fun, atau memang berniat
melanjutkan ke jenjang yang lebih serius. Tanyakan juga hal tersebut pada calon
pasangan Anda. Hal ini bertujuan untuk mencari kesamaan visi dan misi di dalam
menjalani hubungan di atas perbedaan keyakinan itu.
Jika memang
berniat menjalani hubungan beda keyakinan ini dengan lebih serius, mulailah
intens berkonsultasi dan terbuka kepada orangtua tentang pasangan hidup yang
Anda inginkan. Meski pada akhirnya keputusan terbaik itu tetap ada di tangan
Anda sendiri.
Diperlukan
effort (usaha) yang besar untuk menyatukan dua keluarga yang berbeda, pasalnya,
sebuah hubungan akan lebih terasa indah dan berkah jika ada restu orangtua
kedua belah pihak, Terpenting, renungkan kembali konflik atau masalah yang
terjadi dalam perjalanan cinta Anda bersama pasangan beda keyakinan. Apakah
sudah terlalu komplkes masalah yang mendera hubungan tersebut? Jika iya,
berpikirlah logis, dan segera mencari penyelesaian secara baik dan dewasa.